Jumat, 22 Juni 2012

Malaysia Saingan Terbesar Gaharu, Beranikah Kita ?

Sudah bukan rahasia lagi di mata kita,bahwa Negara tetangga kita yang satu ini memang  akalnya bagai kancil saja.Berulang kali melakukan manuver-manuver monopoli yang buat kita Bangsa Indonesia geram.Begitu pula di dunia pergaharuan kita,banyak saudara kita yang di manfaatkan  untuk berburu gaharu alam di hutan belantara dengan mempertaruhkan nyawa mereka.Lagi-lagi soal ekonomi yang membuat bangsa kita mau saja di perlakukan seenak perut mereka.
Kasihan ya, kita!!
“Bang, siapa yang biasa beli gaharunya?” suatu saat saya bertanya pada salah seorang pemburu gaharu di Tapaktuan – Aceh Selatan.
“Halah mas, sudah gaharu cendana pula…..” jawabnya sambil tertawa.
”Banyak kok mas, biasanya mereka hape (menelepon) saya, nanya apa ada barang…. Ada tuh yang dari Jawa, ada yang dari Pekan Baru,… tapi kebanyakan dari Malaysia….” lanjut si abang.
“Berapa per kilo, bang?”
“Wah, itu suka-suka mereka. Kan mereka yang tahu harganya.”
Selidik punya selidik, ternyata harga hasil gaharu di masyarakat sangat murah. Gaharu kualitas super, biasanya dibeli tidak lebih dari Rp 5 juta, padahal harga ekspornya bisa mencapai 40-an juta. Wow, berapa kali lipat, tuh, keuntungan pembelinya. (Baca nilai ekonomis gaharu di sini)
Pada tahun 2000, Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) mencatat bahwa ketersediaan pohon gaharu di Indonesi sudah di ambang kepunahan. Sumatera tinggal menyisakan 20%, Kalimantan 26 %, Papua 15%. Jelas, ini sangat mengancam ketersediaan pohon gaharu di alam dan kelestarian hutan. Bisa jadi, suatu saat hanya akan tinggal cerita, bahwa Indonesia pernah menjadi pengekspor gaharu terbesar!
Kita sepatutnya mengakui bahwa Malaysia sangat (lebih) cerdas atau mungkin cerdik!!! Bukan hanya berhenti sebagai pedagang gelap, namun telah menempuh langkah-langkah nyata dan taktis yaitu mempersiapkan peningkatan sumberdaya (pengetahuan) untuk proses pengembangan budidaya gaharu. Sebut saja FRIM ( Forest Resaerch Institute Malaysia) bersedia nyantrik (berguru) di beberapa pusat pengembangan Gaharu yang ada di Indonesia, Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, Riau dan Bogor. Banyak pula ahli dan pakar gaharu dari negri kita diboyong ke Malaysia!! Seminar-seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu banyak digelar (dengan menghadirkan pembicara/nara sumber gaharu dari negeri kita).
“Nah, cukup jelas,kan, bentuk ancaman dari Malaysia? Bukan hanya sebagai penjarah gaharu dari hasil hutan, namun juga hendak menjarah ilmunya.
Apakah ancaman ini bisa diselesaikan dengan menggelar demo, membakar bendera sambil teriak-teriak “Ganyang Malaysia” di depan keduataan Malaysia, atau dengan digelarnya pertemuan-pertemuan diplomasi?”
Budidaya Gaharu
Budidaya menjadi satu-satunya jalan menyelamatkan kelestarian gaharu dan kerusakan hutan. Sebenarnya sudah ada beberpa daerah yang telah mengembang-budayakan gaharu, semisal Bangka, Pekan Baru, Riau, Jambi, beberapa daerah di Kalimantan, Bogor, Sragen, dan NTB.
Getah gaharu atau yang sering disedut resin/getah harum adalah zat imun fitaolexin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu untuk menangkal mikroba atau benda-benda asing yang masuk ke dalam pohon gaharu. Resin ini bekerja untuk melokasir kerusakan akibat serangan mikroba agar luka yang terjadi tidak meluas ke jaringan lain. Penumpakan resin inilah yang menyebabkan pohon gaharu menghasilkan gubal harum yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Secara alami, proses terbentuknya resin ini sangat sulit (jarang). Inokulasi (secara sengaja memasukkan agent mikroba) sangat diperlukan agar pohon gaharu bisa menghasilkan resin pembentuk gubal harum. Ada beberapa metode yang selama ini sudah dipakai oleh masyarakat secara tradisional, melukai dengan pasak kayu, memaku batang pohon, melumuri dengan oli bekas dan sebagaianya. Bahkan di Vietnam, ada banyak pohon gaharu yeng menghasilkan gubal gaharu setelah pohon tersebut terluka gara-gara peluru nyasar, ini juga terjadi di beberapa tempat di Aceh. Metode tradisional ini tidak bisa dipertanggungjawbkan secara ilmiah dan mempunyai tingkat kegagalan yang sangat tinggi, serta memerlukan waktu yang panjang.
Badan Litbang Kehutanan mencermati hal ini dengan sangat bijak, Langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan penelitan yang dilakukan oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Upaya ini membuahkan hasil temuan., fusarium sp sebagai isolat pacu terbentuknya resin pada batang pohon gaharu. Penemuan ini menjadi kunci keberhasilanbudidaya gaharu. Inokulasi (penyuntikan) mempergunakan fusarium sp sudah dilakukan sebagai uji coba di beberapa tempat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga, serta Banten. Dengan proses inokulasi fusarium sp ini, dipastikan keberhasilannya mencapai 80%, artinya jika kita menginokulasi 10 batang gaharu, 8 batang dipastikan berhasil. Inokulasi bisa dilakukan pada batang gaharu yang setidaknya sudah memiliki diameter 15 cm (umur pohon sekitar 5 tahun). Setelah dua bulan dari penyuntikan (inokulasi), tanda-tanda terbentuknya resin harum ini sudah mulai nampak dengan adanya noktah-noktah hitam kecoklatan di batang gaharu. Panen bisa dilakukan 2  harum sebagai bukti keberhasilan
Inokulan PUSLITBANG Hutan ini sedang dalam proses penetapan hak paten sebagai hasil produksi Indonesia. Teknik produksi inokulan ini juga menjadi incaran Malaysia. “Saat ini Malaysia getol menguber teknologi rekayasa produksi gaharu temuan kami. Malaysia pernah mengirim direktur jenderal lingkungan dan pertanian ke P3HKA (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam ) dan mereka meminta dapat mengadopsi temuan itu, tetapi kami tolak karena khawatir akan diklaim temuan mereka. Dibandingkan dengan penelitian India dan Thailand, menurut mereka, temuan dari Indonesia paling berhasil,” kata Erdy Santoso MS, Ketua Kelompok Peneliti Mikrobiologi Hutan dari P3HKA.
Nah loh, lagi-lagi Malaysia!!!
“Ups, ribet ya,,,,harus inokulasi segala, inokulan dapat dari mana? Berapa harganya?”
Puslitbanghut Bogor, sangat menyambut jalinan kerjasama dan konsultasi budidaya gaharu sampai pada proses penyuntikan atau inokulasi. Penulis juga akan dengan senang hati menjalin diskusi untuk langkah-langkah praktisnya.
“Setelah panen, kemana kita akan menjualnya? “
Ada banyak pilihan, dijual kepada para tengkulak gelap (termasuk tengkulak Malaysia), atau akan melalui jalur yang resmi. Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) merupakan wadah pengusaha/pengeksport gaharu yang tentunya juga mempunyai standar harga selaras dengan satandar kualitasnya.
Hingga saat ini, Indonesia (kita) masih menjadi pengekspor gaharu terbesar di dunia. Singapura, Taiwan, Timur Tengah dan Perancis serta beberapa Negara Eropa lainnya merupakan Negara-negara tujuan eksport. (diambil dr tulisan di www.tunasgaharu.blogspot.com)

Tidak ada komentar: