Jumat, 12 Desember 2014


ANALISA BUDIDAYA GAHARU OLEH GAHARU LUMAJANG COMMUNITY

Asumsi jumlah tanaman gaharu Gyrinops Versteghii 100 batang
A.           PENGELUARAN / PEMBIAYAAN :
1.        Lahan sewa ukuran ……m2 x 10 tahun                                    Rp.             10.000.000,-
2.        Pengadaan bibit 100 batang                                                      Rp.               3.500.000,-
3.        Pengadaan pupuk dasar dan tenaga ahli dan penanaman           Rp.                  500.000,-
4.        Pengadaan pupuk lanjutan 12 btl Herbafarm @ Rp. 78.125,-   Rp.                  937.500,-
5.        Tenaga perawatan selama ± 2 tahun @ Rp. 500.000/bln           Rp.             12.000.000,-
6.        Pengendalian penyakit dll                                                          Rp.               1.000.000,-
                                                                                          TOTAL       Rp.             27.937.500,-
B.            HASIL / PEMANFAATAN :
No
Usia tanaman
Pemanfaatan hasil
Pelaksanaan
Harga Jual
/kg
Jumlah
Keterangan
1.
2.
3.
± 2 tahun
± 4 tahun
± 7 tahun
Daun
Buah / biji
Kayu
1 bulan sekali
1 tahun sekali
Tebang tuntas
Rp. 10.000,-
Rp. 75.000,-
Rp. 1jt
Rp.  5.000,-
Rp. 37.500,-
Rp. 5jt
½ kg
½ kg
5 kg rata-rata dari hasil :
- Gubal
- Kemedangan
- Abu
Ket. : Asumsi dibuat nilai terendah per pohon

C.            ANALISA HARGA
Hasil pemanfaatan :
Ø Daun          =  harga jual X volume X jumlah pohon X pelaksanaan
                               =  Rp. 10.000,- X ½ kg X 100 batang X 60 kali (5 th x 12 bln)
                               =  Rp. 30.000.000,-
Ø Buah/Biji    =  harga jual X volume X jumlah pohon X pelaksanaan
                               =  Rp. 75.000,- X ½ kg X 100 batang X 3 kali (3 th x 12 bln)
                               =  Rp. 3.750.000,-
Ø Kayu          =  harga jual X volume X jumlah pohon
                               =  Rp. 1.000.000,- X 5 kg X 100 batang
                               =  Rp. 500.000.000,-

Beban Biaya Akhir :
Biaya inokulasi    =  Rp.500.000,- X 100 pohon   =  Rp.     50.000.000,-
Biaya panen         =  Rp.250.000,- X 100 pohon  =  Rp.     25.000.000,-
TOTAL  =  Rp.     75.000.000,-   (750.000,-/pohon)
Hasil Akhir        =  Rp. 5.058.125 – Rp. 750.000 = Rp. 4.308.125 /pohon

Penggolongan Grade, Mutu dan Pemasaran
Versi GLC dan Pasar Umum hasil budidaya inokulasi
·     Gubal                              Rp.   4.000.000,- /kg
·     Kemedangan                   Rp.   1.500.000,- /kg
·     Abu                                 Rp.      250.000,- /kg

·     Untuk industri minyak    Rp.        70.000,- /kg
(masa inokulasi 3 bulan)

D.           KESIMPULAN :
Pengeluaran untuk 100 pohon sampai usia 7 tahun     =  Rp.       27.937.500,-
Pemanfaatan hasil 100 pohon sampai usia 7 tahun      =  Rp.     533.750.000,-
                                                                   TOTAL =  Rp. 505.812.500,-(5.058.125,-/pohon)

Pembagian porsi sesuai SPK petani dengan GLC
( perbandingan 90 % petani dan 10 % GLC )
( Rp. 3.877.313,-   dan   403.812,- )

PENDAPATAN BERSIH PETANI adalah :  Rp. 3.877.313,- x 100 pohon  =  Rp. 387.731.300,-

Kamis, 09 Oktober 2014

PENGERTIAN TENTANG GAHARU



Sekilas Tentang Gaharu

Pohon Gaharu / Agarwood belum begitu populer di kalangan petani Indonesia, padahal pohon gaharu adalah pohon alam yang banyak di jumpai di hutan tropis seperti di negara kita. Pohon gaharu merupakan pohon dengan kayu keras dengan pertumbuhan semi lambat. Tidak seperti sengon laut atau albasiah yang memiliki pertumbuhan cepat. Namun apa sebetulnya GAHARU itu sendiri ? Mari kita pelajari sekilas tentang Gaharu :
Gaharu merupakan substansi aromatic berupa gumpalan yang terdapat diantara sel-sel kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan. Pada umunya terjadi pada pohon gaharu jenis Aquilaria spp. Gaharu juga biasa disebut dengan Karas/Alim/Garu dll.

Pohon Penghasil Gaharu (Aquilaria spp.) adalah spesies asli Indoneisa. Beberapa spesies gaharu komersial yang sudah mulai dibudidayakan adalah : Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, A. filaria, dan Gyrinops verstegii, serta A. crassna asal Kamboja.
Gaharu mengandung essens yang disebuat sebagai minyak essens (essential oil) yang dapat dibuat dengan ekstraksi atau penyulingan dari gubal gaharu. Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan pengikat (fixative)  dari berbagai jenis parfum, kosmetika, dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk tatu abu dari gaharu digunakan sebagai bahan pembuat dupa/hio dan bubuk aroma therapy.
Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif Agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh daun gaharu juga ampuh untuk obat anti mabuk.
Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang dimanfaatkan sebagai kamfer anti ngengat dan juga mengharumkan isi lemari. Oleh masyarakat tradisional Indonesia gaharu digunakan untuk obat nyamuk dengan cara membakar kulit atau kayu gaharu sampai berasap. Aroma harum itulah yang tidak disukai nyamuk. (sumber : majalah Trubus). 
Gaharu merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara Timur Tengah yang digunakan sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di Asia Timur juga menggunakannya sebagai hio. Minyak gaharu merupakan bahan baku yang sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka, serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver, anti alergi, batuk, penenang sakit perut, rheumatik, malaria,TBC, kanker, asthma,tonikum, dan aroma therapy.

Berkembangnya nilai guna kayu gaharu yang semakin kompleks, baik untuk industri wewangian, kosmetika, maupun obat herbal, mengakibatkan permintaan pasar akan gaharu meningkat dengan harga jual tinggi. Produksi kayu gaharu yang semula hanya mengandalkan dari hutan alam kini sudah tidak lagi terpenuhi. Sehingga perlu dilakukan budi daya pohon gaharu dengan rekayasa supaya dapat di panen dengan singkat.
  • Proses pembentukan
Gaharu dihasilkan oleh tanaman sebagai respon dari mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka.[2] Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian.[2] Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen.[3] Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.[3] Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau penebalan pada batang dan cabang tanaman.[4] Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol.[4] Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar. Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium solani, Fusarium fusariodes, Fusarium roseum, Fusarium lateritium dan Chepalosporium sp.
  • Nilai Ekonomis:
Gaharu banyak diperdagangan dengan harga jual yang sangat tinggi terutama untuk gaharu dari tanaman famili Themeleaceae. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin.[5] Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya.[5] Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya[5]. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.[5] Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu.[6] Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat.[6] Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak.[6] Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.[6]
  • Pengolahan Minyak Gaharu :
Sebelum dijadikan bahan baku parfum, gaharu harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak dan senyawa aromatik yang terkandung di dalamnya.[7] Sebagian kayu gaharu dapat dijual ke ahli penyulingan minyak yang biasanya menggunakan teknik distilasi uap atau air untuk mengekstraksi minyak dari kayu tersebut.[7] Untuk mendapatkan minyak gaharu dengan distilasi air, kayu gaharu direndam dalam air kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat untuk menguapkan air hingga minyak yang terkandung keluar ke permukaan wadah dan senyawa aromatik yang menguap dapat dikumpulkan secara terpisah.[7] Teknik distilasi uap menggunakan potongan gaharu yang dimasukkan ke dalam peralatan distilasi uap.[7] Tenaga uap yang menyebabkan sel tanaman dapat terbuka dan minyak dan senyawa aromatik untuk parfum dapat keluar.[7] Uap air akan membawa senyawa aromatik tersebut kemudian melalui tempat pendinginan yang membuatnya terkondensasi kembali menjadi cairan.[7] Cairan yang berisi campuran air dan minyak akan dipisahkan hingga terbentuk lapisan minyak di bagian atas dan air di bawah.[7] Salah satu metode digunakan saat ini adalah ekstraksi dengan superkritikal CO2, yaitu CO2 cair yang terbentuk karena tekanan tinggi.[7] CO2 cair berfungsi sebagai pelarut aromatik yang digunakan untuk ekstraksi minyak gaharu.[7] Metode ini menguntungkan karena tidak terdapat residu yang tersisa, CO2 dapat dengan mudah diuapkan saat berbentuk gas pada suhu dan tekanan normal.[7]